Tukang. Bagi sebagian
orang, mendengar kata „tukang“ kadang dianggap sebelah mata. Percaya
atau tidak memang seperti itu adanya. Dengan semakin maraknya joke, meme, sitkom atau bahkan dalam
kehidupan kita sehari-hari, istilah “tukang“ menjadi sasaran bagi suatu
pekerjaan yang kurang dihargai keberadaannya. Saya kira, mereka yang sering melontarkan joke mengenai “tukang” ini belum tau
betapa berharga dan berartinya mereka. Coba kita lihat, tanpa „tukang sampah“
pekarangan rumah kita atau bahkan seisi lingkungan di dunia ini akan menjadi
pemandangan yang tidak sedap dan penuh dengan sampah. Tanpa „tukang ojek“ dan „tukang
becak“, kita akan kerepotan membawa barang-barang belanjaan kita dari pasar
atau untuk sekadar menjangkau jarak perjalanan yang dirasa jauh oleh kedua kaki
kita.
Bagi sebagian ibu
rumah tangga yang menggunakan waktu luangnya untuk „mengobrol“ dengan ibu-ibu
lainnya, obrolan orang lain biasanya menjadi sasaran empuk bagi mereka. „Bu, tau nggak? Bapak X ini kerjanya jadi
tukang es cendol?“. „Wah, itu tetangga baru saya kan tukang nasi goreng. Mangkalnya
di Jalan Z“. Atau dengan joke lain
yang sering dilontarkan para komedian di televisi, “dasar lo, muke kayak tukang bala-bala aja bangga“, „aduh lo ye, suka
ga ngaca. Mantan tukang rujak bebek aja gayanya selangit“, „eh lo ngapain bawa
tas kaya tukang kredit gituan? Ga keren!!“, dan masih banyak lain. Saya rasa,
kita tidak pernah damai dengan istilah „tukang“ padahal tanpa mereka kita tidak
bisa membeli barang atau mendapatkan jasa yang kita butuhkan.
Pernahkah kita
berada di posisi „tukang“ ketika ujaran bernada menghina itu terlontar? Saya benar-benar
tidak tau apa yang mereka rasakan ketika sindiran-sindiran yang awalnya
bertujuan untuk menghibur orang lain, menjadi sebuah penghinaan. Dalam tulisan
saya ini, saya mengajak kepada kalian semua untuk tidak membully, menghina,
atau memandang sebelah mata pekerjaan seorang „tukang“ apalagi secara verbal,
karena apa yang diproduksi oleh perkataan kita akan mendapatkan respon yang
variatif dari pendengarnya. Mulutmu harimaumu.
Sadarkah kita, bahkan banyak penderita penyakit mental karena menerima ujaran-ujaran
kebencian (hate speech), penghinaan, dan
yang senadanya? Kita tidak pernah tau isi hati orang. Apapun
pekerjaan selama dilakukan penuh kejujuran, tetap akan menjadi ibadah sekalipun
menjadi „tukang“. Kuncinya adalah NO
JUDGEMENTAL!!!